Wednesday, July 28, 2010

Pesan Hujan pada Angin di Preanger

Mendung berarak di langit preanger

peluk dingin menghimpit tiap waktu

detik jam berkejaran memburu hari

sedangkan tanggal tetap membisu didinding biru

seratus tiga puluh dua jiwa bersatu di preanger

dari penjuru nusantara kau datang


kau tinggalkan mereka yang tlah menyatu dihati

kau tinggalkan mereka yang selalu kau bimbing

kau tinggalkan mereka yang selalu berkeluh kesah

Kulihat tatapan sayu kelelahan dari wajah penuh harap

setelah semalam kau tatap laptop dengan mesra

jari-jari pun menari berlompatan dari tuts tuts keyboard

hingga tersusun bahan ajar yang kan kau persembahkan

untuk anak bangsa dalam wadah PSB-SMA

tetaplah semangat berpegang prinsip dari kita ,

oleh kita, dan untuk kita bersama

agar kita rela berbagi ikhlas memberi


Mendung tetap bergelayut di langit preanger

pesan hujan pada angin, pesan dingin pada peluk

janganlah kau lupa akan sesama

bila esok saat kembali ke tugas utama

sebarkan oleh-oleh yang kau bawa

untuk membesarkan PSB-SMA

untuk kemajuan pendidikan di Indonesia

Monday, July 26, 2010

Dingin Malam di Preanger

Kepada mendung yang bergelayut di atas preanger
biarlah menggantung di sana
tebal menggumpal berarak iringi sajakku
tlah terjalin sajak baru dalam rotasi perjalanan suci

apakah tentang kisah kita
atau pada kerinduan semu yang menebal
aku tetap terpaku di sisi jendela
tatap kunang-kunang jalanan beriring sibak dingin kota

dua malam kulalui tanpa hangat senyum dan kerling matamu
aku tetaplah setia pada kesepian
setia pada kesendirian

dalam dingin malam preanger
di lantai tujuh aku mematung
menatap sajak-sajak yang tertoreh
bagai buku sejarah yang kan tetap terbaca

detak menit ke jam berkejaran selimuti malam
dalam dingin preanger aku belajar padamu
wahai sajak-sajakku

Friday, July 23, 2010

Sajak Dingin Tertoreh di bawah kilau Bulan separoh

Dari pesisir dingin kemarau bulan ini
lambaian bayangmu berderai lembut
angin senja tetap terisak menahan keluh di sudut hati
termenung dalam sajak-sajak pesisir

Indah nian sajak yang tertoreh karena senyummu
seikat rasa tercengkeram rindu tuk tatap kedua korneamu
bercumbu dengan ramah dalam raut cantikmu

Aku yang sekarat tak kuasa ungkap
akhirnya tercecer dalam tatapan semu
mungkin malam dan dingin bulan ini
kan bicara pada hatimu

tentang angan yang tak tersampaikan
tentang rasa yang tak kau mengerti
hanya kornea dan detak jantungku
berharap kau mengerti
bahwa awal kemarau tahun ini
sajak-sajak kerinduan tlah tertoreh
bersama bulan separoh malam ini


Tuesday, July 20, 2010

Aku Sapa Cinta pada Bayang Semu Wajahmu

Perlahan tertatih nafas ini merangkak dan mengembara
dalam tiap langkah aku tambatkan rasa dalam jiwamu
separuh nafas jiwaku tlah terawan di senyum dan kerling matamu
aku pun coba bertanya saat berkaca di kedua korneamu
adakah aku di kedua matamu

Tak ingin kabut menutup lembut
berharap angin sapu dan singkirkan tirai di dasar jiwamu
hingga terbuka rasamu yang ingin kulihat secara nyata

berkali kucoba hapus dari jengkal langkahku
aku hanya ingin kau bersemayam tidak hanya berhembus

maka aku sapa cinta pada bayang semu wajahmu
pada bayangan yang semakin tersketsa
pada malam yang tak pernah bosan
temani aku dalam sajak-sajakku

Saturday, July 17, 2010

Rinduku bersama gerimis

Langit tak pernah berubah, masih saja bersemayam awan dan rintik satu-satu
mendung menggelayut tak kuasa bertahan
gerimis makin tak sabar buai pendar-pendar rasa yang tak terungkapkan

Entah gerimis keberapa aku kembali lihat wajahmu membayang
aku masih memaksakan diri menunggumu, hanya untuk sepotong senyum
Aku sudah menyiapkan sajak, sajak yang akan mengenang senyummu
sajak-sajakku tlah juga ada kau dalam jiwaku.

Sajak yang kutulis dalam selembar kisah , ketika angin membimbing jariku,
sajak kutulis dalam malam hujan berkabut, yang melukiskan betapa
aku tak mampu tuk kuasai rasa yang terus membara
dalam gerimis aku tersungkur merindumu



Thursday, July 15, 2010

Siang mengawal Indah Senyum dan kerling Matamu

Siang berlalu seakan tergesa
hingga tak lagi bisa kutatap kerling indah matamu
aku terpuruk dalam sungging senyummu

siang terlalu cepat pulang
kata-kata pun enggan bermain dalam bibirku
hanya sketsa wajah terangkai
membayang di kelopak mataku

malam pun tergesa usir senja
hingga cakarawala
tak seindah sajak-sajak langit
kala siang merayap mengawal
kerling dan indah senyummu

solo, 16 Juli 2010

Sunday, July 11, 2010

Puzzle Bulan di hamparan Pasir

Riak-riak kecil senja di awal juli telah membuatku terpaku bersama bangau putih dan kepiting kecil bermain rasa yang tak mampu kumaknai. Aku begitu tersudut dengan kata-katanya yang sebenarnya telah dipahami beberapa minggu yang lalu.
Sejak bulan menghilang aku tak lagi bisa memaknai tiap langkah yang aku jalani. selalu saja ada yang dianggap salah, padahal tidak ada perubahan sedikit pun. Pesisir menjadi tempat bagiku untuk merenung kembali merangkai cerita usang yang masih saja tak lapuk oleh waktu. Lembut kakimu berlarian mengejar kepiting dengan tawa khasmu kau pun pandangiku. aku simpan rapat senyum itu agar tak menyublim seiring waktu. kini aku rasakan senyum itu tak lagi memiliki makna. Kau selalu salahkan semua yang aku jalani, padahal kamu tahu itulah aku, aku yang dulu kau kenal.

"Nang, kenapa melamun" Mak duduk disisiku tiba-tiba
"Bulan Mak,...."
"kenapa dengan Bulan Nang."
"Bulan tlah benar-benar pergi, Mak"
"Kenapa dengan Kalian..?"
"Tidak apa-apa Mak, bulan tak lagi percaya pada Nang, Mak. Mak ingat kan, bahwa dalam rasa itu ada kepercayaan, maka bila kepercayaan itu sudah tidak ada berarti rasa itu pun pasti hilang kan , Mak?"
"sudahlah Nang...Mak tahu perasaanmu ...Memang berat bila kepercayaan sudah tidak ada lagi Nang.., apalagi untuk mengembalikan kepercayaan itu"
"Tapi Mak, bulan sudah tahu semua dan Nang sudah jelaskan, bulan pun sudah mengerti dan bisa menerima tapi tidak tahu kenapa bulan tiba-tiba begitu saja mengatakan Fucking, Nang nggak menyangka Mak"
"Ya sudah redakan rasamu biar adem Nang, jangan biarkan kamu larut seperti ini..sudah ya Mak masuk dulu, bila mendengar azan maghrib segera pulang ya.."
"Iya Mak..."

Kembali lembayung merah menyilaukan mata untuk terakhir sebelum terusir malam. riak-riak pun melemah seiring naiknya air ke pesisir. senja ini aku hanya bisa merangkai cerita-cerita bagai puzzle alam di hamparan pasir lembut ini. Puzzle itu tak lagi bisa menyatu ada saja yang kurang sehingga tak terbentuk lagi gambar yang indah seperti dulu.

Saturday, July 10, 2010

Siluet Hati pada Senja di Pesisir

Hari ini senja berlalu dalam buai ombak
pasir tlah manjakan punggungku, yang
lelah mengukur waktu bersama langit yang memerah

telanjang telapak ini menyisir pasir kenangan
tersenyum buih bergulung, tersketsa di sepanjang pesisir
ombak, pasir, angin, camar, biduk tlah bercerita tentang keabadian
membisikkan kenangan pada pasir yang tersenggama rasa

berlari kepiting kecil masuk ke satu lubang dan lubang yang lain
terhempas kala ombak mendeburkan buih-buih putih
kepiting kecil itu tak lelah tuk kembali berlari
sementara aku hanya bisa menulis dalam sajak-sajakku

sajakku melepaskan cengkeraman pada sketsa-sketsa kenangan
penat menyatu menusuk-nusuk bersama ombak yang kian pasang
aku terpuruk dalam kesendirian pulas tertidur dalam bahagiamu
seraya mengucap selamat jalan pada pantai kenangan

Sketsa Hati di Awal Juli

Musim terindah bersamamu tlah berlalu
kini rasa pun membelenggu tangisku
lagu mengalun merdu pada masa itu
semua termemori dalam otak bahagiaku

aku hanya ingin kau tahu bahwa embun rasa itu
masih bersemayam di sudut hati ini
luka, marah, iba memang pernah singgah bersamamu

aku hanya bisa membayangkan kehangatan rasa
saat kau tersenyum menyatukan pelukan hasrat kita
semua hening berubah menjadi hingar bingar suaramu
semua hilang penat, gundah yang ada hanya ceria

aku tak tahu masih pantaskah kudambakan waktu itu kembali
biarlah tersimpan dalam hati dan terpatri dalam sketsa rasa
untukmu aku ingin katakan bahwa hidup terus berjalan
tak guna kau tengok kebelakang

kutulis coretan ini seiring kata "kasarmu"
menampar mata dan hatiku
biarlah sebagai tanda bahwa aku masih mengenangmu
biarlah kabut kan sembunyikan hadirmu
biarlah airmata dan luka terbiaskan oleh waktu

ku yakin kau mampu menjalani sisa waktu
yang kini memangkumu dalam bingkai kebahagiaan
kutulis sajak ini sebagai bentuk terimakasihku
waktu tak lagi akan kubuang walau kau tahu perih dan pahit
biarlah semua terkubur kisah yang tak akan bangkit kembali

aku masih seperti dulu wahai kau yang punya rasa
sesekali tengoklah ke bawah di sana
di pesisir ini, masih ada aku yang akan menjaga
kisah ini menjadi cerita malam sebelum lelap
dekap ombak dan biduk dalam kesendirian